SEJARAH PERADILAN SEBELUM MASA ISLAM


PENDAHULUAN

Adanya peradilah telah dikenal jauh sebelum islam datang. Hal itu semua dikarenakan oleh kebutuhan akan hidup yang makmur dan damai manusia itu sendiri. Tidak mungkin suatu pemerintahan dapat berdiri sendiri tanpa adanya peradilan. Karena pada dasarnya dalam hidup bermasyarakat manusia tidak dapat menghindari adanya persengketaan / perselisihan dalam masyarakat. Oleh karena itu adanya peradilan dipandang suci oleh semua bangsa dalam berbagai tingkatan kemajuannya.
Peradilan ini adalah suatu tugas suci yang di akui oleh seluruh bangsa , baik mereka tergolong bangsa bangsa yang telah maju ataupun belum yang di dalamnya terkandung menyuruh ma’ruf dan mencegah munkar, menyampaikan hak kepada yang harus menerimanya, dan menghalangi orang yang dzalim dari pada berbuat aniaya, serta mewujudkan perbaikan umum.1 Maka adanya peradilan dapat melindungi harta, jiwa maupun kehormatan. Dapat dibayangkan suatu kesimpulan masyarakat/bangsa tanpa peradilan maka dalam masyarakatnya akan menjadi kacau balau.
Berbagai undang-undang dalam masyarakat tidaklah cukup untuk mewujudkan keselamatan dan kedamaian hidup bermasyarakat, apabila disamping undang-undang itu tidak ada peradilan yang berwenang menjalankan undang-undang itu. Maka, peradilanlah yang akan berperan menentukan makna undang-undang dengan sempurna karena untuk menentukan rumusan undang-undang dikeluarkan harus melalui penetapan pemilikan.2
SEJARAH PERADILAN
DALAM MASA SEBELUM ISLAM

  1. Peradilan Pertama (Para Nabi yang Menjadi Hakim Sebelum Islam)
Adanya manusia di dunia ini, begitulah pula peradilan lahir. Peradilan telah terjadi sejak adanya manusia di dunia ini. Nabni Adam as pernah menjadi hakim dalam perselisihan antara kedua anaknya yaitu qobil dan habil. Namun adanya bentuk peradilan masa itu belum dikatakan peradilan yang dikenal sekarang.
Dalam sejarah kemanusiaanNabi Daud as dan Nabi Sulaiman as disebut sebut hakim pertama. Demikian itu karena Nabi Saud adalah sebagai raja yang menangani keputusan perkara di antara manusia dan mengatur urusan pemerintahan.3 Dijelaskan unuk menjadi seorang hakim (qadhi) harus dapat mendengarkan pendapat dari kedua belah pihak sebelum memutuskan perkara dan harus memisahkan para saksi agar dapat mendengarkan pendapat mereka.
Untuk membuktikan bahwa nabi Daud dan Sulaiman adalah seorang qadhi yang tidak sembarang pilih maka kedua Nabi tersebut masing-masing di uji oleh Allah SWT.
Allah SWT dalam menguji Nabi Daud menjadi hakim ia menurunkan dua malaikat yang menyerupai manusia keduanya bersedih dan meminta keadilan kepada Nabi Daud as. Salah satunya berkata, saudara sasya memimiliki 99 ekor kambing betina dan saya mempunyai seekor saja. Tapi saya menolak permintaannya, dan saya jelaskan penolakan penyerahan kambing yang saya miliki kepadanya. Saya jelaskan kepadanya perbedaan antara, kekayaan ia dan kemiskinan yang menimpa saya. Namun, rekayasanya lebih besar sehingga ia mengalahkan saya dengan kehebatan debatnya sehingga menjadikan saya harus menerima alasannya. Sungguh ia orang yang paling lancar bicaranya, paling kuat debatnya dan paling kaya penjelasannya. Nabi Daud as. melihat bahwa alasan yang dimiliki orang kedua akan berdampak pada kezaliman, maka Nabi Daud as. segera menetapkan putusan dengan mengatakan "Sesungguhnya ia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada yang lainnya, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan amat sedikitlah mereka ini"4
Kemudian orang kedua memandang Nabi Daud as dan mengatakan bahwa ini keputusan yang zalim, engkau tidak adil bagaimana engkau memutuskan persengketaan dengan hanya mendengar satu pihak saja. Nabi Dawudpun mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala sedang mengujinya, maka dia meminta ampun kepada-Nya seraya bersungkur sujud dan bertaubat Kemudian dia merenung, merasa takut, dan jiwanya gelisah, sehingga dia mengetahui kelengahan yang diperbuatnya.
Semua itu dikarenakan pandangan kedua orang tersebut mengapa dia tergesa-gesa dalam memberikan keputusan? Dan dia meyakini ia telah melakukan tindakan yang tidak tepat, dan menetapkan suatu hukum tanpa kecermatan, tapi hanya berpedoman kepada apa yang tampak pertama kali Lalu, ia bertanya sebenarnya siapa kedua orang tadi? Kemudian Nabi Dawud mengetahui bahwa kedua orang tersebut adalah malaikat yang diutus Allah SWT untuk menguji Nabi Dawud a.s. kemudian ia bertaubat dan Allah SWT mengampuninya. Lalu turunlah wahyu yang berbunyi: "Hai Daud. as., sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka. berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dan jalan Allah Swt.". Itulah peristiwanya yang kemudian dijelaskan Allah Swt. Dalam surat Shad (38): 17-26.
Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan; dan ingatlah hamba kami Daud yang mempunyai kekuatan; Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan).
Sesungguhnya kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi, Dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. masing-masingnya amat taat kepada Allah. Dan kami kuatkan kerajaannya dan kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. Dan Adakah sampai kepadamu berita orang-orang yang berperkara ketika mereka memanjat pagar? Ketika mereka masuk (menemui) Daud lalu ia terkejut Karena kedatangan) mereka. mereka berkata: "Janganlah kamu merasa takut; (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain; Maka berilah Keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus.
Sesungguhnya saudaraku Ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan Aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata: "Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan dia mengalahkan Aku dalam perdebatan". Daud berkata: "Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka kami ampuni baginya kesalahannya itu. dan Sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi kami dan tempat kembali yang baik. Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan.1
Adapun Nabi Sulaiman a.s. yang hidup dalam didikan ayahnya yaitu Nabi Daud dan memiliki kecerdasan dan pemahaman yang baik yang dianugerahkan Allah SWT sejak kecil. Nabi Sulaiman dalam menyelesaikan masalah (perkara tanaman)
Awalnya perkara ini disampaikan kepada Nabi Daud as. tentang dua orang yang bersengketa. Orang pertama berkata: "Wahai Nabi sesungguhnya. saya memiliki tanaman yang sedang berbuah dan telah dekat masa petiknya. Namun kambing-kambing orang ini memakan dan merusak tanaman saya tanpa dicegahnya. Maka saya minta keadilan". Orang kedua berkata: "Ya benar saya tak memiliki sanggahan". Nabi Daud as. memutuskan agar pemilik tanaman mengambil kambing sebagai ganti kerugian yang dideritanya, dan balasan kecerobohan pemilik kambing.
Namun Sulaiman berkata dan memberl sanggahan atas ayahnya dan ia memutuskan engkau serahkan kambing kepada pemilik ladang, sehingga ia dan keluarganya dapat memanfaatkan susu kambing, bulu, dan anaknya selama beberapa tahun. Sedangkan pemilik kambing mengurus ladang dan mengembalikan tanamannya jadi baru. Hingga ketika tanaman kembali seperti semula, kambing itu pun dikembalikan kepada pemiliknya. Dengan demikian, tidak adayang dirugikan dan tidak adayang diuntungkan. Kisahnya diterangkan dalam Al-Qur'an surat Al-Anbiya1 (21) ayat 78-79.
Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan Keputusan mengenai tanaman, Karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. dan adalah kami menyaksikan Keputusan yang diberikan oleh mereka itu,
Maka kami Telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka Telah kami berikan hikmah dan ilmu dan Telah kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. dan kamilah yang melakukannya.1
Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman as merupakan dua hakim pertama yang memisahkan para saksi sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian ulama.2 Hal itu terjadi pada saat perkara yang dilakukan empat sahabat Nsbi Dawud yang ingin menggauli seorang wanita, tapi wanita menolak berzina. Kemudian Nabi Dauws atas inisiatif Nabi Sulaiman memina kesaksian 4 orang tersebut secara terpisah.


  1. Peradilan bagi bangsa Romawi, Persi dan Mesir kuno
Sejarah peradilan telah ada sejak adanya manusia. Begitu pula pada bangsa Romawi. Persi dan bangsa Mesir Kuno pada masa yang lalu. Peradilan pada bangsa Romawi Persi, dan Mesir Kuno telah memiliki lembaga peradilan yang sedemikian rupa terorganisir dengan memiliki undang-undangataupun peraturan dan program-program yang akan dilaksanakan oleh Qadi. Qadhi merupakan orang yang diangkat negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan suatu perkara berdasarkan hukum Allah SWT.
Saksi, sumpah, atau keadaan tertangkap basah merupakan alat-alat bukti dalam peradilan. Hal tersebut merupakan pendapat dari bangsa israel dan bangsa Arab sebelum Islam. Bangsa Barat juga menjelaskan tentang teknik pengambilan keputusan dan alat-alat bukti dalam peradilan. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya peradilan pada masa ini telah ada walaupun masih sederhana.
Adapun hal yang menjadi perhatian bagi bangsa pada masa itu adalah tentang qadhi yaitu :
  1. Kemampuan qadli dan kebaikan akhlaknya, maka tidak akan seseorang diangkat sebagai qadli apabila ia tidak memiliki kemampuan di bidang ini, oleh karena itu akan diperhatikan pula tentang kecerdasannya, dan keluasan ilmunya, demikian juga tentang segi-segi ketenangan hatinya, kebersihan jiwanya dan keluhuran budinya.
  2. Bahwa qadhi harus diliputi situasi yang dapat menjamin kebebasan dirinya dalam melaksanakan tugasnya yang suci, maka semakin tinggi kemajuan bangsa, maka semakin besar pula jaminan-jaminan tersebut dapat diperoleh pada qadli.3

  1. Peradilan Bangsa Arab Sebelum Islam (Masa Jahiliyah)
  1. Negara Arab merupakan negara yang dikelilingi berbagai negara : utara oleh Syiria, sebelah Timur oleh Najd, Sebelah Barat oleh Yaman dan sebelah selatan oleh Laut Erit.4 Letak geografinya yang sangat strategis sehingga kehidupan perekonomiannya berjalan dengan lancar. Arab sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh gurun pasir yang sangat luas, dan sangat mempengaruhi kehidupan mereka, sehingga orang-orang Arab terkenal sebagai orang yang zalim dan keras.
Walaupun demikian, dapat digambarkan secara singkat tatanan kehidupan bangsa Arab sebelum Islam sebagai berikut :5
  1. Menganut paham kesukuan (qabilah)
  2. Memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas. faktor keturunan lebih penting dari pada kemampuan.
  3. Mengenal hierarki sosial yang kuat
  4. Kedudukan perempuan cenderung direndahkan
Hukum rimba merupakan salah satu hukum yang dianut bangsa Arab saat itu sehingga kenyamanan hidup tidak ada. Masa tersebut juga dikenal dengan kegelapan dimana kezaliman, penindasan, kebodohan serta segudang permasalahan lainnya terjadi pada bangsa Arab. Dalam bidang hukum bangsa Arab sebelum islam menggunakan Hukum adat sebagai hukum dengan berbagai cara dan bentuknya.
  1. Peradilan pada Masa Jahiliyah
Jahiliyah berasal dari bahasa Arab (jahila) yang berarti kebodohan, sedangkan menurut Istilah berarti penyembahan berhala6 Bangsa Arab pada zaman jahiliyah sebelum islam memiliki system peradilan yang mapan. Namun mereka yang berpegangan pada tradisi dan adat istiadat yang berlaku di masing-masing kabilah (suku) untuk menjadi pedoman utama dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Hukum balas dendam (al-akhdzu bi al-tsa’rii) yang biasa dilakukan oleh suku-suku Arab pra Islam dan menjadi jalan ke luar dari kasus-kasus pidana, terutama terkait dengan pidana kematian jiwa, pada kenyataannya justru sering kali menyebabkan semakin runcingnya sebuah persoalan dan berkepanjangannya suatu kasus. Hal ini diperkuat dengan adanya realita bahwa pada masa itu masing-masing suku memiliki kecenderungan fanatisme dan solidaritas internal yang sangat kuat terhadap anggota-anggota suku, terutama kecenderungan dari kalangan bangsawan mereka.
Ketika itu hakim (qadli) adalah orang pilihan diantara mereka /ditentukan oleh kekuasaan yang lebih tinggi darinya bahkan pemilihan hakim atas kesepakatan dua orang yang bersengketa untuk mendapatkan keputusan yang bersengketa untuk mendapatkan keputusan dengan keinginan bersama kedua orang tesebut, lalu keduanya datang ke tempat hakim tersebut berada.7 Dan menyebut qadha sebagai hukuman. Sedangkan qadli mereka sebut hakam dan setiap qabliah (puak) memiliki hakam sendiri dan hukuman (badan peradilan) bagi mereka tidak ada yang berdiri sendiri kecuali bagi suku Quraisy.8
Dalam melaksanakan peradilan pada mulanya dilakukan di mana saja seperti di bawah pepohonan, kemah-kemah maupun pasar kota. Lalu Amir bin Zahrib duduk memutuskan hokum di depan rumahnya. Sampai akhirnya dibangun bangunan khusus untuk pengadilan. Bangunan pengadilan yang termasyhur adalah Darun Nadwah yang ada di makah yang dibangun oleh Qushay bin ka’ab yang pintunya diharapkan ke kabah. Namun pertengahan abad ke 3 Hijrah bangunan tersebut dihancurkan oleh khalifah Mu’tadlid al-Abbasy (281 H).
Macam-macam peradilan di Negara pada masa jahiliyah antara lain:
  1. Badan hokum (lembaga kehakiman)
Badan ini dipegang oleh Bunu Saham yaitu suatu golongan diantara golongan-golongan Quraisy. Orang-orang Quraisy dan lain-lain yang datang ke Makkah mengadukan perkaranya kepada Banu Saham. Diantara orang-orang yang memegang peradilanm di masa jahiliyah, ialah : Hasyim ibnu ‘Abdu maaf, abu Lahab & Aktsam ibnu shaifi. Peradilan ini mirip dengan peradilan pada masa sekarang.
  1. Badan ihtikan dan Qur’ah (paranormal dan undian).
Paranormal dianggap mempunyai hubungan dengan mahluk halus dan mengetahui sesuatu rahasia dengan perantaraan firasat dan karinah-karinah dari swara dan gerak-gerik orang yang berbicara.
Juga mereka memutuskan perkara dengan qur’ah (undian) yang kemudian dibenarkan oleh Islam. Mereka juga mempergunakan saksi.9
  1. Dewan Mazhalim
Dewan ini mungkin ditiru bangsa Arab dari bangsa Persia, sesudah timbul persengketaan antara ash ibn wail dengan seorang lelaki dari penduduk zahid, suatu daerah di tanah Yaman. Dewan Mzhalim adalah pra arbitrator yang dikenal bijak dalam menyelesaikan persengketaan.10

KESIMPULAN

Peradilan telah lama dikenal. Sejak dari zaman purba dan peradilan merupakan suatu kebutuhan hidup bermasyarakat. Tidak dapat suatu pemerintahan berdiri tanpa adanya peradilan. Karena peradilan itu adalah untuk meyelesaikan segala sengketa diantara para peduduk.
Peradilan pada masa pertama atau pada masa nabi telah terjadi pada Nabi Daus as dan Nabi Sulaiman as yang dikenal dengan qadhi pada masa itu sedangkan peradilan yang terjadi pada zaman jahiliyah telah ada walaupun masih bersifat kesukuan artinya peraturan itu hanya berlaku bagi suku itu sendiri. Sementara bagi suku yang lain tidak. Akhirnya nyatakan bahsawasanya peradilan di zaman jahiliyah masih minim karena belum memiliki sistem peradilan yang mapan.
1 Q.S. Al-Anbiya (21) : 78-79.
2 Juddi, Qadhi, http://www.shirotjuddin.word.press.com/2011/09/06/qadhi. diakses tgl 22 Maret 2012 pkl 18.30 Wib.
3 Muhammad Salam Madkur, Alih Bahasa Imron AM Peradilan Dalam dalam Islam (Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1993), hlm. 33.
4 Alaiddin Koto (et.al), Sejarah Peradilan Islam, …hlm. 25.
5 Alaiddin koto ( et.al ), Sejarah Peradilan…., hlm. 26
6 Ibid, hlm. 27
7 Samir Aliyah, Sistim Pemerintahan, ..,hlm. 292.
8 Muhammad Salam Madkur, alaih bahasa Imron AM. Peradilan Dalam…,hlm. 33
9 Teungku Muhammad ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum acara islam, ..,hlm. 3
10 Alaiddin kato (et.al) Sejarah Peradilan,…..hlm. 33.

1 Q.S. Shad : 17-26.
1 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Islam (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm.3
2 H.A. Basiq Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 9
3 Samir Aliyan, Sistim Pemerintahan, Peradilan dan Adat Istiadat, Terj. Asmuri Solihan Zamakhsyari, (Jakarta : Khalifa, 2004) hlm. 285
4 Alaiddin koto (et.al), Sejarah Peradilan Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 18

0 komentar: