ZAKAT DAN PAJAK INDONESIA

PENDAHULUAN

Adanya dana sosial dalam agama Islam yang bertujuan untuk membantu  dan meringankan beban kaum dhuafa. Sumber-sumber dana tersebut adalah meliputi zakat, infaq dan shadaqah maupun dana wakaf. Di dalam konsep islam adanya infaq dan shadaqah lebih bersifat sukarela, sedangkan dana/kewajiban zakat, wajib dibayarkan oleh umatnya yang telah mampu dengan batas yang ditentukan. Mayoritas masyarakat/ penduduk Indonesia merupakan umat yang beragama Islam dan jika saja dari jumlah itu membayar zakat, maka dapat dibayangkan  jumlah dana yang terkumpul dari kewajiban membayar zakat. Dari aspek lain adanya pajak merupakan umat yang beragama Islam dan jika saja dari jumlah itu membayar zakat, maka dapat diabayangkan jumlah dana yang terkumpul dari kewajiban membayar zakat. Dari aspek  lain. Adanya pajak merupakan salah satu pemasukan/pendapatan utama di Indonesia.
Adanya dana zakat dan pajak kadang membuat masyarakat dilema, dimana banyak para wajib zakat harus membayar pajak dengan jumlah yang sama. Namun, sejak dikeluarkannya undang-undang tentang zakat nomor 38 tahun 1999 serta aturan aturan yang melengkapinya, maka bukti setoran zakat yang dikeluarkan oleh badan Amil Zakat atau lembaga Amil Zakat resmi dapat diperhitungkan sebagai pengurang jumlah setoran pajak panghasilan.[1]

0 komentar:

BTA Ohhh ...... BTA (Segala Perjuangan Menghadapi BTA dan PPI ) # part 1


Hidup adalah Perjuangan , mungkin ini adalah salah satu kalimat motivasi yang tepat dalam menjalani hidup ini. Untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan kita tidak cukup hanya bermimpi , berandai andai atau berdiam diri saja. Di perlukan banyak hal dan pengorbanan yang kita butuhkan untuk mewujudkan mimpi kita untuk menjadi kenyataan.  S elama ini banyak daftar draf dalam kehidupan kita yang mungkin belum kita capai. Usaha dan doa merupakan beberapa faktor terpenting dalam mengejar mimpi kita anggar menjadi kenyataan. Tidak hanyal hal itu, Pengalaman kita di masa lalu juga menjadi penting dalam menggapai mimpi kita anggar terwujud. Dengan adanya pengalaman kita di masa lalu dapat menjadikan bahan intropreksi diri sekaligus sebagai cerminan ke depannya apakah kita mampu memperbaikinya ataupun sebaliknya.

0 komentar:

SEJARAH PERADILAN SEBELUM MASA ISLAM


PENDAHULUAN

Adanya peradilah telah dikenal jauh sebelum islam datang. Hal itu semua dikarenakan oleh kebutuhan akan hidup yang makmur dan damai manusia itu sendiri. Tidak mungkin suatu pemerintahan dapat berdiri sendiri tanpa adanya peradilan. Karena pada dasarnya dalam hidup bermasyarakat manusia tidak dapat menghindari adanya persengketaan / perselisihan dalam masyarakat. Oleh karena itu adanya peradilan dipandang suci oleh semua bangsa dalam berbagai tingkatan kemajuannya.
Peradilan ini adalah suatu tugas suci yang di akui oleh seluruh bangsa , baik mereka tergolong bangsa bangsa yang telah maju ataupun belum yang di dalamnya terkandung menyuruh ma’ruf dan mencegah munkar, menyampaikan hak kepada yang harus menerimanya, dan menghalangi orang yang dzalim dari pada berbuat aniaya, serta mewujudkan perbaikan umum.1 Maka adanya peradilan dapat melindungi harta, jiwa maupun kehormatan. Dapat dibayangkan suatu kesimpulan masyarakat/bangsa tanpa peradilan maka dalam masyarakatnya akan menjadi kacau balau.
Berbagai undang-undang dalam masyarakat tidaklah cukup untuk mewujudkan keselamatan dan kedamaian hidup bermasyarakat, apabila disamping undang-undang itu tidak ada peradilan yang berwenang menjalankan undang-undang itu. Maka, peradilanlah yang akan berperan menentukan makna undang-undang dengan sempurna karena untuk menentukan rumusan undang-undang dikeluarkan harus melalui penetapan pemilikan.2
SEJARAH PERADILAN
DALAM MASA SEBELUM ISLAM

  1. Peradilan Pertama (Para Nabi yang Menjadi Hakim Sebelum Islam)
Adanya manusia di dunia ini, begitulah pula peradilan lahir. Peradilan telah terjadi sejak adanya manusia di dunia ini. Nabni Adam as pernah menjadi hakim dalam perselisihan antara kedua anaknya yaitu qobil dan habil. Namun adanya bentuk peradilan masa itu belum dikatakan peradilan yang dikenal sekarang.
Dalam sejarah kemanusiaanNabi Daud as dan Nabi Sulaiman as disebut sebut hakim pertama. Demikian itu karena Nabi Saud adalah sebagai raja yang menangani keputusan perkara di antara manusia dan mengatur urusan pemerintahan.3 Dijelaskan unuk menjadi seorang hakim (qadhi) harus dapat mendengarkan pendapat dari kedua belah pihak sebelum memutuskan perkara dan harus memisahkan para saksi agar dapat mendengarkan pendapat mereka.

0 komentar:

RESENSI PERAHU KERTAS KETIKA LUKISAN DAN DOGENG DIPERTEMUKAN


            Judul Buku            : Perahu Kertas
Penulis                   : Dewi Lestari / Dee
Penerbit                 : Bentang Pustaka
Tahun Terbit          : Cetakan XII, Januari 2012
ISBN                    : 978-979 – 1227-78-0
Tebal Halaman      : XII +444 halaman
Harga                   : Rp. 69.000

Dewi Lestari atau yang lebih dikenal dengan nama pena Dee merupakan penulis perempuan di Indonesia yang memulai kiprah dalam dunia kepenulisannya dengan buku pertamanya berjudul Supernova : Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh.
Perahu kertas sendiri merupakan karya Dee yang bergenre populer ini berkisah mengenai kehidupan dari dua tokoh utamanya yaitu kugy dan keenan.
Keenan, seorang remaja pria yang baru saja lulus SMA tinggal bersama neneknya di Amsterdam selama 6 tahun. Keenam merupakan sesosok pemuda yang cerdas, artistik dan penuh kejutan. Keenan yang mempunyai bakat dan hobi meulis ini mempunyai cita-cita sebagai pelukis. Dari tangannya lah tercipta lukisan lukisan magis. Namun perjanjian dengan ayahnyalah memaksa Keenan pulang dari Amsterdam ke Indonesia guna berkuliah dan melanjutkan bisnis milik ayahnya. Cita-cita Keenan sebagai pelukis sangat ditentang ayahnya. Atas dasar itu Keenan kuliah di Universitas di Bandung, Fakultas Ekonomi, namun gejolak untuk menjadi pelukis selalu membayang-bayangi dalam kehidupannya.
Kugy seorang gadis mungil yang cantik, unik, pengkhayal dan berantakan. Dari berantakannya mengalir untaian dongeng-dongeng yang indah.

0 komentar:

Ahmad Tohari : Pesona di Balik Trilogi Ronggeng Dukuh Parukh

         13 juni 1948 tepatnya di desa Tinggarjaya kecamatan Jatilawang , Banyumas menjadi saksi lahirnya seorang sastrawan kenamaan Indonesia Bernama Ahmad Tohari. Ahmad Tohari merupakan seorang sastrawan Indonesia yang menamatkan Pendidikan SMA nya di SMA n 2 Purwokerto dan ia pernah mengenyam bangku kuliah di Fakultas ilmu kedokteran di ibnu khaldun Jakarta , Fakultas Ekonomi Unsoed dan Fakultas ilmu sosial politik di Universitas Jendral Sudirman ( UNSOED ).
Di Kaki Bukit Cibalak merupakan debut pertamanya dalam menulis novel tahun 1977, kemudian di susul dengan Kubah ( 1980 ) lalu menerbitkan trilogi novelnya yang berjudul “ Ronggeng Dukuh Paruk h” , “Lintang Kemukus Dini Hari” ,dan “Jentera Bianglala” yang menuai sukses besar dan mendapat apresiasi baik oleh masyarakat dan novel trilogi ini telah di terbitikan dalam bahasa Jepang , Tiong Hoa , Belanda dan Jerman . Untuk edisi dalam bahasa Inggrisnya novel “ Ronggeng Dukuh Parukh”

0 komentar:

nikah siri dalam prespektif hukum islam dan hukum positive nasional



PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkawinan adalah suatu persetujuan antara seorang lelaki dan seorang perempuan di dalam bidang hukum keluarga.[1] Dewasa ini fenomena nikah siri / perkawinan siri merupakan bukan yang hal baru dan asing dibicarakan bagi masyarakat kita saat ini. Perbincangan dan berbagai pendapat maupun opini sering kita dengar di kalangan masyarakat baik kalangan mahasiswa, ulama, ibu rumah tangga, praktisi hukum, aktifis dan masih beragam lainnya. Adanya perbedaan pendapat dan pandangan yang setuju maupun yang menolak keberadaan nikah siri. Melihat bukti dan fakta saat ini tidak sedikit masyarakat Indonesia yang melakukan pernikahan siri. Bahkan dari hari ke hari praktek pernikahan siri kian populer dikalangan masyarakat. Berbagai alasan juga mendukung tentang praktek pernikahan siri dari alasan tidak adanya persetujuan wali, biaya administrasi pernikahan yang mahal, keinginan melakukan pernikahan siri yang dilakukan adanya wali dan terpenuhinya syarat-syarat lainnya namun tidak di catat KUA.
Dampak positif maupun negatif juga menyertai praktek pernikahan siri diantaranya untuk dampak postifinya meminimalisasi adanya perzinaan melalui seks bebas. Namun disisi lain juga dampak negatifnya adalah merugikan banyak pihak terutama hak dan kewajiban wanita dan anak-anak.

B.     Rumusan Masalah
Dalam pembahasan terkait fenomena nikah siri dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian definisi tentang pernikahan siri?
2.      Bagaimana pandangan nikah siri dalam prespektif hukum islam?
3.      Bagaimana pandangan nikah siri dalam hukum positif Indonesia?

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Nikah Siri
Kata “siri” dalam istilah nikah siri berasal dari Bahasa Arab, yaitu “sirrun” juga berarti rahasia. Nikah siri bisa didefinisikan sebagai “bentuk pernikahan yang dilakukan hanya berdasarkan aturan (hukum) agama dan atau adat istiadat, tetapi tidak diumumkan kepada khalayak umum dan juga tidak dicatatkan secara resmi pada kantor pegawai pencatat nikah.[2] Dalam pasal 1 UU Pokok perkawinan No. 1 tahun 1974, disebutkan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia berdasarkan ketuhanan yang maha esa.[3] Kata siri berasal dari bahasa Arab yang berarti sembunyi-sembunyi dan dapat disimpulkan bahwa nikah siri merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan ketuhanan yang maha esa yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi / dirahasiakan yaitu dengan tidak mencatatkan perkawinan tersebut kepada dinas catatan sipil yang ada. Pernikahan siri juga digolongkan menjadi dua : Pernikahan yang dilakukan tanpa wali (belum meninggal dunia) dan pernikahan yang dilakukan dengan adanya wali dan terpenuhinya syarat-syarat lainnya tetapi tidak dicatat KUA setempat. Perlu pertegas lagi nikah siri.

0 komentar:

NILAI RELIGIUS DAN UNSUR UNSUR PEMBENTUK PUISI DALAM PUISI MASJID AGUNG AL FALAH KARYA :DIMAS ARIKA MIHARJA

Masjid Agung Al-Falah

Karya : Dimas Anka Miharja

Sebuah rumah putih tak letih menunggumu
Menumpahkan rindu, masihkah engkau berlalu
Ketika azan memanggilmu? Cucilah dirimu dari karap waktu
Aku menunggumu di ujung jalan itu
Kenapa engkau termangu memandangku?
Cuci tangan dan kakimu
Masuklah ke serambi hatiku
Beribu hari aku berdiri disini
tetapi kenapa engkau kalap menangkap isyarat
Aku lebih besar dari pada meja bilyar
tetapi engkau lebih memilih berjudi dengan nasib
berpusar pusar di tengah pasar
tak letih menawar agar-agar.
Aku menjulang melebihi gunung kerinci
tetapi engkau masih juga bingung menghitung makna rezeki
Aku megah diatas sepucuk jambi Sembilan lurah
tetapi engkau masih juga gelisah
Pulangkan ke rumah : tumpahkan segala dasah
Masuklah ke dalam hatimu sendiri
disana tegak berdiri mimbar kayu jati
Agama ageing ati

Pendahuluan

    Karya sastra merupakan struktur makna atau struktur yang bermakna. Salah satu dari karya sastra adalah Puisi menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984) Puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan larik dan bait.
    Dalam perkembangan sastra Indonesia, khususnya Sastra Perpuisian Indonesia Angkatan 2000. Banyak dihiasi dan diwarnai para penyair-penyair yang beragam seperti Abdul WAchid BS, Abidah El Kholieqy, Acep Zamzam Noor, Aslan, Cecep, Samsuri Hari, Dimas Anka miharja dan lain sebagainya. Salah satu dari sekian penyair Dimas Anka Miharja membawa ciri khas tersendiri dalam sastra Indonesia angkatan 2000.
    Dimas Anka Miharja merupakan sastrawan yang lahir di Yogyakarta, 3 Juli 1959 dengan nama asli Sudaryono. Ia merupakan alumni dari jurusan sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta dan melanjutkan S-2 di IKIP Malang. Sejumlah puisinya diterbitkan daslam media massa maupun buku antologi bersama dan kumpulan tunggal. Perjalanan 2, Perjalanan 4, Kado Ulang Tahun, Masjid Agung Al-Falah, Candi Muara Jambi, dan sajak sederhana Untuk-Mu merupakan sebagian kecil dari puisi-puisi karya Dimas Anka Miharja.
    Puisi Masjid Agung Al-Falah membawa nuansa religious dalam setiap baitnya dan memberikan warna yang berbeda dari karya-karya puisi Dimas Anka Miharja. Dimana dalam puisi tersebut tersirat makna religious yang baik dan dikemas dalam karya sastra puisi yang menarik untuk disimak dan dibaca.

Landasan Teori
A.    Unsur-unsur Pembentuk Puisi
Dalam karya sastra puisi terdapat unsure-unsur Pembentuk / pembangun dari suatu puisi itu sendiri. Ada beberapa pendapat tentang unsure-unsur pembentuk puisi. Salah satunya yang dikemukakan oleh I.A. Richard ia membagi menjadi dua hal penting yang membangun sebuah puisi yaitu hakikat puisi yang terdiri dari empat hal yaitu, tema, rasa, nada dan amanat / tujuan sedangkan unsure pembangun yang lainnya adalah metode Puisi yang terdiri dari diksi, imaji, kata-kata kongkret, gaya bahasa dan irama dan sajak. Hal-hal yang disebutkan diatas merupakan unsure-unsur pembentuk puisi.

B.    Teori Nilai Religius / Agama
Nilai merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas dan berguna bagi manusia.
Kata religious berasal dari kata religion yang artinya agama. Agama adalah merupakan salan / segenap perasaan kepercayaan kepada Tuhan / yang maha pencipta / menguasai serta dengan ajarannya dan kewajiban-kewajiban yang saling bertalian dengan kepercayaan itu. Dari pernyataan tersebut nilai-nilai religious dapat disimpulkan menjadi suatu ukuran sifat-sifat yang berguna bagi kemanusiaan dan berhubungan dengan kepercayaan serta dengan ajaran-ajarannya. Nilai religious dalam puisi/dalam sastra dapat dikatakan fiksi religious.

C.    Metode Penulisan
Dalam memaparkan dan menganalisis Kepuitisan puisi berjudul “Masjid Agung Al-Falah  karya Dimas Anka Miharja melalui beberapa tahapan-tahapannya diantaranya adalah sebagai berikut :
a.    Melakukan pembacaan cermat terhadap objek
Kepuitisan puisi Masjid Agung Al-Falah
b.    Melakukan pengumpulan data-data tambahan yang mendukung dalam menganalisis puisi.
c.    Melakukan analisis secara cermat terhadap unsur-unsur pembentuk puisi Masjid Agung Al-Falah dan memaknai nilai religious didalamnya.
Dalam mengupas / menganalisis aspek kepuitisan dan makna kepuitisan maka diperlukan metode semiotic, yaitu untuk mencapai makna sajak tidak hanya membicarakan unsure kepuitisan saja, tetapi juga isi sajak.

Pembahasan

A.    Unsur Pembentuk Puisi Masjid Agung Al-Falah
Hakekat puisi terdiri dari empat hal pokok yaitu :
1.    Tema
Tema merupakan pokok persoalan atau hal yang mendasar seorang penyair / pengarang dalam karya sastranya dalam hal ini adalah Puisi. Dalam puisi Masjid Agung Al-Falah pengarang mengemukakan tema puisinya secara langsung yaitu pembaca tidak harus menebak, mencari-cari, dan menafsirkan apa tema dari puisi tersebut karena telah dijelaskan dalam judul puisi yang cukup jelas yang berjudul “Masjid Agung Al-Falah”.
2.    Rasa
Rasa merupakan sikap penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan oleh pengarang dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai perbedaan pendapat maupun pandangan yang berbeda dalam menghadapi suatu persoalan. Dalam puisi Masjid Agung Al-Falah sikap rendah hati dapat kita rasakan saat kita membacanya. Suasana kerinduan juga terasa dalam puisi “Masjid Agung Al-Falah dimana kerinduan akan suatu masjid dengan jamaahnya.
3.    Nada
Dimas selaku pengarang / penyair dari Puisi Masjid Agung Al-Falah memberikan sugesti pada pembacanya agar ingat kembali kepada pembacanya untuk meluangkan waktunya untuk beribadah di masjid dan meninggalkan urusan duniawi sejenak. Hal tersebut dapat ditafsirkan pada bait-bait berikut ini :
“Ketika Azan memanggilmu? Cucilah dirimu dari kurap waktu” aku menunggumu diujung jalan itu.
4.    Amanat / Tujuan
Dalam puisi “Masjid Agung Al-Falah”
Memiliki amanat / tujuan yang dapat kita petik / ambil pelajarannya diantaranya adalah “Seruan kepada pembaca agar selalu ingat kepada kewajiban mereka yaitu ibadah”, seruan agar meluangkan waktu sejenak untuk menumpahkan, rindu dan beribadah kepada Tuhan YME di Masjid.” Dan berusaha untuk seimbang menempatkan antara urusan duniawi dan akhirat (rohani) secara baik.

B.    Metode Puisi
Dalam mencapai tujuan dari hakekat puisi tersebut perlu diantaranya sarana-sarana dalam puisi yang disebut Metode Puisi. Metode Puisi terdiri dari :
1.    Untuk dapat dan mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Seorang pengarang harus dapat mengantar / membangkitkan pembaca untuk terlibat dalam puisinya yaitu dengan kemampuan kata-kata yang dikombinasikan dengan kemampuan imajinasi dan merasakannya dalam membuat puisi. Imaji biasa disebut juga dengan citraan.
Puisi “Masjid Agung Al-Falah menggunakan citraan-citraan yang membuat pembaca dapat terbawa dalam puisi tersebut diantaranya pada bait :
“Sebuah Rumah Putih tak letih menunggumu”
menumpahkan rindu, masihkah engkau berlalu.
Kedua bait diatas menggunakan citraan gerak yaitu menggambarkan sesuatu yang tidak bergerak tetapi dilukiskan dapat bergerak. Dimana diibaratkan sebuah rumah yang dapat menunggu dan menumpahkan rindu. Sedangkan pada bait :
Aku mengulang melebihi gunung kerinci
Aku lelah besar dari pada meja bilyar menggambarkan citraan penglihatan yaitu imajinasi yang timbul oleh penglihatan.

2.    Diksi / Pilihan Kata
Diksi atau pilihan kata merupakan pemilihan kata oleh penulis untuk menyatakan maksud puisinya, pemilihan kata dilakukan untuk mendapatkan kata yang tepat berdasarkan seleksi bentuk, sinonim dan rangkaian kata.
Puisi Masjid Agung Al-Falah tiap kata-kata dalam setiap baitnya memiliki peranan yang sangat besar. Karena keberhasilan sebuah puisipun terletak pada pilihan kata yang digunakan, yaitu menggunakan kata kata yang benar mewakili apa yang dirasakan penulisannya. Hal tersebut dilakukan agar pembaca dapat merasakan apa yang dirasa dan ingin disampaikan oleh penulis.
Kata-kata dalam puisi Masjid Agung Al-Falah dinilai tepat dimana puisi dapat merasakan dan maksud puisinya yaitu kerinduan sebuah Masjid kepada jamaahnya.

3.    Kata Kongkret
Kata kongkret merupakan kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan / suatu suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca misalnya dalam Puisi Masjid Agung Al-Falah dalam penggambaran suasana kerinduan masjid.
Pada bait :
Sebuah rumah putih tak letih menunggumu
Menumpahkan rindu, masihkah engkau berlalu.

4.    Irama dan Rima
Irama ialah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembutnya ucapan bunyi bahasa dengan teratur sedangkan rima adalah persamaan bunyi dalam puisi. Dengan rima dan irama yang terdapat dalam puisi tersebut, nada dan suasana yang hendak digambarkan penyair menjadi lebih nyata dan lebih mudah dibayangkan oleh pembacanya.
Puisi Masjid Agung Al-Falah menggunakan pola bunyi-bunyi yang berat, menekan dan membawa suasana kesedihan.


5.    Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan, pelambangan dan sejenisnya.
Dalam puisi Masjid Agung Al-Falah menggunakan gaya bahasa antara lain:
·    Personafikasi pada bait :
Sebuah rumah putih tak letih menunggumu
Menumpahkan rindu, masihkah engkau berlalu
Aku menunggumu di ujung jalan
·    Hiperbola
Aku menjulang melebihi gunung kerinci
Beribu hari aku berdiri disini
Aku megah diatas sepucuk jambi Sembilan lurah

C.    Aspek Makna Puisi (Nilai Kereligiusan)
Dalam Puisi “Masjid Agung Al-Falah”
Pengarang mencoba menyampaikan isi, amanat maupun tujuan puisinya dalam deretan bait-bait puisinya yang memiliki makna yang terkandung didalamnya. Bait-bait puisi Masjid Agung Al-Falah dapat dimaknai seperti dibawah ini :
Sebuah rumah putih tak letih menunggumu
Menumpahkan rindu, masihkah engkau berlalu
Ketika azan memanggilmu? Cucilah dirimua dari kurap waktu
Aku menunggumu di ujung jalan itu
Kenapa engkau termangu memandangku
Cuci tangan dan kakimu
Masuklah ke serambi hatiku

Bait diatas dapat diartikan sebagai berikut :
Dalam bait pertama sebuah rumah putih merupakan kata ganti Masjid Agung Al-Falah yang selalu terbuka dan selalu menunggu jamaahnya dalam melaksanakan ibadah didalamnya. Ketika seruan suara adzan mulai menandakan waktu sholat mulai segeralah untuk melaksanakannya dan segeralah berwudhu, karena ia selalu setia menunggu kedatanganmu.
Beribu hari aku berdiri disini
tetapi kenapa engkau kalap menangkap isyarat
Aku lebih besar daripada meja bilyar
tetapi engkau lebih memilih berjudi dengan nasib
berpusar-pusar di tengah pasar
tak letih menawar agar-agar
Maksud dasri bait-bait diatas adalah keironisan terhadap kehidupan kita. Dimana masjid yang sejatinya tempat beribadah yang selalu menyerukan akan kewajiban-kewajiban umat muslim untuk beribadah namun dewasa ini manusia terlena pada kehidupan duniawinya misalnya aktivitas jual beli di pasar maupun dimanapun.
Aku menjulang melebihi gunung kerinci
tetapi engkau masih juga bingung menghitung makna rezeki
Aku masih diatas sepucuk jambi Sembilan lurah
Tetapi engkau masih juga gelisah

Bait diatas kembali menjelaskan tentang keterlenaan manusia dalam mencari rezeki tanpa imbangi dengan kewajibannya yaitu beribadah.
Pulangkan ke rumah : tumpahkan segala desah
Masuklah ke dalam hatimu sendiri
di sana tegak berdiri mimbar kayu jati
Agama Ageming Ati

Maksud dari bait diatas merupakan sebuah ajakan dan sugesti agar kita kembali mengunjungi masjid. Tumpahkanlah segala keluh kesah dan berdoalah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena dengan Agamalah ketenangan hati atau rohani kita akan terpenuhi dan tentram.
Dalam Puisi Masjid Agung Al-Falah karya Anka Miharja banyak mengandung nilai-nilai religious yang berada dalam kehidupan masyarakat. Adapun nilai-nilai religious yang digambarkan Dimas Anka Miharja dalam puisi Masjid Agung Al-Falah antara lain :
1.    Perintah menjadikan Masjid untuk tempat beribadah
2.    Seruan agar kita menjalankan kewajiban kita yaitu beribadah
3.    Agama Ageming Ati
4.    Perintah bersuci, yaitu berwudlu
5.    Bersegeralah beribadah, ketika waktu sholat dimulai.

Penutup

    Puisi merupakan hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kiasan atau ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan larik dan bait. Dalam puisi Masjid Agung Al-Falah karya Dimas Anka Miharja merupakan puisi bertemakan tentang Masjid dimana didalamnya terdapat unsur-unsur pembentuk puisi seperti Hakikat puisi yang terdiri dari tema, rasa, nada dan amanat / tujuan sedangkan metode puisi terdiri dari imaji (daya baying), kata kongkret, diksi, gaya bahasa maupun rima dan irama. Puisi tersebut juga terdapat nilai-nilai religious yang dapat dipetik hikmahnya oleh pembaca, dimana pembaca dapat secara langsung mengetahui makna / nilai-nilai religious dari puisi tersebut melalui bait-bait dalam puisinya.

0 komentar: