PENDAHULUAN
Adanya dana
sosial dalam agama Islam yang bertujuan untuk membantu dan meringankan beban kaum dhuafa.
Sumber-sumber dana tersebut adalah meliputi zakat, infaq dan shadaqah maupun
dana wakaf. Di dalam konsep islam adanya infaq dan shadaqah lebih bersifat
sukarela, sedangkan dana/kewajiban zakat, wajib dibayarkan oleh umatnya yang
telah mampu dengan batas yang ditentukan. Mayoritas masyarakat/ penduduk
Indonesia merupakan umat yang beragama Islam dan jika saja dari jumlah itu membayar
zakat, maka dapat dibayangkan jumlah
dana yang terkumpul dari kewajiban membayar zakat. Dari aspek lain adanya pajak
merupakan umat yang beragama Islam dan jika saja dari jumlah itu membayar
zakat, maka dapat diabayangkan jumlah dana yang terkumpul dari kewajiban membayar
zakat. Dari aspek lain. Adanya pajak
merupakan salah satu pemasukan/pendapatan utama di Indonesia.
Adanya dana
zakat dan pajak kadang membuat masyarakat dilema, dimana banyak para wajib zakat
harus membayar pajak dengan jumlah yang sama. Namun, sejak dikeluarkannya
undang-undang tentang zakat nomor 38 tahun 1999 serta aturan aturan yang
melengkapinya, maka bukti setoran zakat yang dikeluarkan oleh badan Amil Zakat
atau lembaga Amil Zakat resmi dapat diperhitungkan sebagai pengurang jumlah
setoran pajak panghasilan.[1]
ZAKAT DAN PAJAK INDONESIA
A.
Zakat
Zakat menurut etimologi (bahasa) adalah suci, tumbuh berkembang dan
berkah sedangkan menurut terminologi zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan
kepada yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu.[2]
Zakat yang merupakan rukun Islam ke empat ini memiliki posisi yang sangat
penting dalam pembangunan kesejahteraan umat. Dimana seseorang yang
mengeluarkan zakat berarti dia telah memberi diri jiwa dan hartanya. Hal
tersebut berarti membersihkan hartanya darihak orang lain yang ada dalam
hartanya itu. Orang yang berhak menerimanya pun akan bersih jiwanya dari
penyakit dengki, iri hati terhadap orang yang mempunyai harta.
Zakat adalah kewajiban yang bersifat material. Seorang mukallaf muslim
membayarkannya baik secara tunai berupa uang maupun berupa barang.[3]
Dalam prinsipnya zakat mempunyai enam prinsip yaitu prinsip keyakinan
keagamaan, pemerataan dan keadilan, produktivitas dan kematangan, penalaran,
kebebasan serta prinsip etik dan kewajaran. Zakat merupakan ibadah dalam bidang harta yang di dalamnya terkandung
manfaatnya baik yang berzakat (muzaki) ataupun
bagi masyarakat seluruh manfaat
tersebut antara lain :
1.
Pereujudan iman kepada Allah SWT
2.
Karena zakat merupakan hak mustahiq, zakat berfungsi sebagai penolong, membantu dan
membina mereka terutama fakir miskin, kea rah kehidupan yang lebih baik.
3.
Zakat sebagai satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana
4.
Indikator utama kedudukan seseorang terhadap ajaran Islam.[4]
Syarat wajib zakat antara lain muslim, agil yaitu seorang muslim yang
telah dapat menggunakan akalnya dan
sehat secara fisik dan mental, baligh serta memiliki harta yang mencapai nishab
(perhitungan minimal syarat wajib zakat). Macam-macam zakat terdiri dari dua
yaitu :
1.
Zakat nafs (jiwa) juga disebut zakat fitrah merupakan zakat
untuk menguatkan diri. Dikeluarkan dan disalurkan kepada yang berhak pada bulan
ramadhan sebelum tanggal 1 syawal (hari raya idul fitri)[5] Zakat dapat berupa bahan pangan maupun berupa
uang yang nilainya sebanding dengan bahan pangan tersebut.
2.
Zakat Mal (harta) adalah zakat yang dikeluarkan untuk
menyatakan harta, apabila harta itu telah memenuhi ukuran dan syarat-syarat
wajib zakat, zakat emas, dan perak, zakat harta perniagaan, zakat hasil
pertanian. Zalat madin dan kekayaan laut serta zakat rikaz.
Sedangkan syarat harta yang wajib dizakatkan adalah Islam, hak milik
sepenihnya, harta yang produktifs, menghasilkan, telah mencapai nishab (batas
minimal harta yang telahw ajib untuk dizakatkan), serta merupakan surplus
(kelebihan) dari kebutuhan primer.
B.
Pajak
Awal mulanya pajak merupakan upeti (pemberian) yang harus dibayarkan oleh
rakyat (masyarakat) kepada seorang raja / pengusaha. Namun dalam berkembangnya upeti yang diberikan oleh rakyat tidak untuk
kepentingan sendiri. Dengan perkembangan istilah uipeti sekarang dikenal dengan
nama pajak. Pajak itu sendiri memiliki pengertian sebagai berikut :
Pajak adalah kewajiban yang mengikat, artinya bahwa pajak adalah kewajiban yang dipungut dari
setiap individu sebagai suatu keharusan.[6]
Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa negara
mempunyai kekuatan memaksa kepada rakyat. Sedangkan menurut Prof. Rochmat
Soemitro, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk publik saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai publik invesment.[7]
Berdasarkan definisi di atas dapat disebutkan bahwa pajak terdiri dari beberapa
unsur, yaitu :
1.
Iuran kepada negara
2.
Dipungut oleh negara berdasarkan UU serta aturan pelaksanaannya
3.
Tidak mendapatkan prestasi kembali secara langsung
4.
Pembiayaan pengeluaran pemerintah.[8]
Berdasarkan sistem pemungutan pajak di Indonesia subjek pajak dibagi
menjadi dua asas yang berkaitan dengan
subjek pajak adalah :
1.
Asas domisili, yaitu suatu asas pemungutan pajak berdasarkan
domisili/tempat sibjek pajak.
2.
Azas sumber yaitu pemungutan pajak berdasarkan sumber
penghasilan yang diperoleh oleh subjek pajak.
Sedangkan menjadi subjek pajak yaitu : perorangan yang terdiri dari orang
pribadi dan warisan. Badan lembaga hukum dan bentuk usaha Tetap (BUT).
Objek Pajak merupakan sasaran pengenaan pajak, segala sesuatu yang ada
pada masyarakat dapat dijadikan sasaran, objek pajak, baik keadaan, perbuatan
maupun peristiwa.[9]
Macam-macam objek pajak yang terdapat di Indonesia yaitu : objek pajak
penghasilan. Objek pajak pertambahan nilai barang dan jasa, objek pajak
penjualan atas baragn mewah, objek pajak bumi dan bangunanserta pajak-pajak
daerah (bersifat nasional).
Menurut ma’rie Muhammad Fungsi pajak di negara berkembang seperti
Indonesia adalah sebagai berikut:[10]
1)
Pajak merupakan alat/instrumen penerimaan negara
2)
Pajak merupakan alat untuk mendorong investasi
3)
Pajak merupakan alat redistribusi
Sedangkan berdasarkan sistem pemungutan pajak di Indonesia, yaitu sistem self assessment, wajib pajak diberi
kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan (tax planning), memotong, membayar dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar dan dilaporkan sesuai
dengan keadaan yang sesungguhnya.
C.
Beberapa Pandangan Ulama
tentang Zakat dan Pajak
Zakat dan pajak merupakan dua kewajiban bagi warga muslim Indonesia yang
diatur oleh perundang-undangan. Padahal wada waktu zaman Nabi SAW umat Islam
hanya diwajibkan zakat. Sedangkan non muslim hanya diwajibkan kharaj yang
tunduk dibawah peraturan Islam. Kemudian muncul pertanyaan, apakah orang yang telah
membayar pajak sudah tidak berkewajiban membayar zakat?
Dari beberapa pandangan ulama ada tiga pendapat yang dapat dipilih antara
lain :[11]
·
Pandangan pertama yang menyatakan antara zakat dan pajak
berbeda kebanyakan ulama Indonesia menganut pandangan ini. Antara lain Ali
Yafie yang bependapat bahwa antara pajak dan zakat brbeda sekalipun ada
beberapa persamaan. Diantara sekian perbedaannya adalah :
1)
Zakat adalah kewajiban yang
ditetapkan Allah, sedang pajak
merupakan kewajiban yang dibebankan negara.
merupakan kewajiban yang dibebankan negara.
2)
Zakat adalah ibadah yang
diwajibkan kepada umat Islam
sebagai tanda syukur kepada Allah dan mendekatkan diri
kepada-Nya. Sedangkan pajak merupakan kewajiban dari
negara yang tidak ada hubungannya dengan makna ibadah
dan mendekatkan diri (taqarruti),
sebagai tanda syukur kepada Allah dan mendekatkan diri
kepada-Nya. Sedangkan pajak merupakan kewajiban dari
negara yang tidak ada hubungannya dengan makna ibadah
dan mendekatkan diri (taqarruti),
3) Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan
terus-
menerus, ia akan berjalan selama umat Islam masih ada di
muka bumi, dan kewajiban tersebut tidak akan bisa
dihapuskan oleh siapa pun. Sedangkan pajak tidak memiliki
sifat tetap dan terus-menerus, baik mengenai macam,
persentase atau kadarnya. Tiap pemerintah mengurangi
atau mengubah atas dasar pertimbangan cendekiawan,
bahkan adanya pajak itu tidak kekal. la akan tetap ada
selama dibutuhkan, dan lenyap bila tidak dibutuhkan lagi.
Oleh karena itu, pajak dan zakat satu sama lain berdiri
sendiri dan tidak bisa disamakan.
menerus, ia akan berjalan selama umat Islam masih ada di
muka bumi, dan kewajiban tersebut tidak akan bisa
dihapuskan oleh siapa pun. Sedangkan pajak tidak memiliki
sifat tetap dan terus-menerus, baik mengenai macam,
persentase atau kadarnya. Tiap pemerintah mengurangi
atau mengubah atas dasar pertimbangan cendekiawan,
bahkan adanya pajak itu tidak kekal. la akan tetap ada
selama dibutuhkan, dan lenyap bila tidak dibutuhkan lagi.
Oleh karena itu, pajak dan zakat satu sama lain berdiri
sendiri dan tidak bisa disamakan.
Pandangan
kedua, berpendapat bahwa zakat dan pajak hahikatnya sama. Bagi seorang muslim
yang meniatkan pembayaran pajak pemerintah Indonesia sebagai pembayaran zakat
adalah sah dan ia pun dianggap telah menunaikan kewajiban sosialnya terhadap
(lewat) negara. Dengan demikian, in juga telah menegakkan hak politiknya untuk
mengontrol negara sebagai sarana penegak kemaslahatan dan keadilan bersama.
Pendapat ini paling minoritas yang dikemukakan oleh Masdar Farid Mas'udi.
Kesamaan hakikat zakat dan pajak menurut Masdar ini nampak dari seluruh isi
buku beliau, bahkan judul bukunya pun sudah bisa menggambarkan adanya hal itu,
yakni "Agama Keadilan: RisaJah Zakat (Pajak) dalam Islam".
Sedangkan
pandangan ketiga, prinsipnya sama dengan N pandangan pertama, zakat tidak sama
dengan^ajak, namun pembayaran zakat dapat dipandang sebagai biaya usaha. Oleh
sebab itu, zakat atas penghasilan yang telah dibayarkan oleh muzakki dapat
diperhitungkan sebagai pengurang besarnya penghasilan kena pajak muzakki (UU PZ
pasal 14 ayat (3) dan UU PPh psl 4 ayat (3) huruf a ke 1 dan pasal 9 ayat (1).
D.
Persamaan dan Perbedaan
Antara Zakat dan Pajak
Persamaan antara zakat dan pajak menurut Masdar F. Mas’udi dapat
dikatakan F. Mas’ud dapat dikatakan sebagai berikut bahwasanya antara zakat dan
pajak memiliki spirit yang sama yaitu untuk menegukan nilai-nilai moralitas
kolektif seperti keadilan, persaudaraan, kemerdekaa, kesetaraan dan nilai-nilai
luhur lainnya yang dijunjung tinggi oleh komunitas manusia secara universal.
Selain itu kesamaan yang mendasar dalam
definisi zakat dan dan pajak dalam dimensi kemanusiaan adalah keduanya telah
dituangkan dalam UU sebagai hukum positif di Indonesia.
Sedangkan perbedaannya dari segi bahasa zakat berarti bersih, suci dan
berkembang sedangkan pajak berasal dari bahasa Arab yang disebut al daribah
berarti beban[12]
Dari sisi hukum dan sifat kewajibannya zakat tetap eksis selama umat muslim
masih ada di bumi. Sedangkan pajak tergantung pada kebijakan pemerintah. Untuk
dari sisi objeknya zakat memiliki nishab (kadar minimal) dan diperuntukan bagi
asnat. Sedangkan pajak sangat bergantung pada objek pajaknya dan digunakan
untuk seluruh seluruh sektor kehidupan bermasyarakat.
Masdra F. Mas’ud membedakan antara pajak, zakat dan pajak dengan spirit
zakat sebagai berikut :[13]
Uraian
|
Pajak
|
Zakat
|
Pajak
(Zakat)
|
Dasar Hukurn
|
Undang-undang negara
|
Al-Qur'an dan Hadits
|
Undang-undang yg Islami/Adil
|
Wajib
bayar
|
Warga negara
|
Muslim saja
|
Warga negara muslim
|
Sifat
|
Kewajiban
kenegaraan
|
Kewajiban keagamaan
|
Kewajiban agama
oleh otoritas neaara
|
Obyek
|
Harta tetap:
pendapatan kotor, penjualan
|
Harta tertentu:
pendapatan bersih
|
Harta tertentu
|
Kegunaan
|
Pengeluaran
|
Mustahiq
|
Mustahin
|
Imbalan
|
Tersedianya barang dan jasa publik
|
Pahala dari
Allah
|
Kesejahteraan
yang rnerata dan ridlo Allah-
|
Beberapa persamaan dan perbedaan antara zakat dengan pajak juga dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :
ZAKAT
|
URAIAN
|
PAJAK
|
Sebagaimacana, zakat
dipahami sebagai kewajiban bagi umat Islam, merupakan ibadah yang ditetapkan Allah kepada manusia. Ia
merupakan salah satu rukun Islam,
Menurut
fikih, zakat adalah kewajiban atas harta atau kewajiban atas
sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu
dalam waktu tertentu.
Menurut
UU 38/1999- zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan
agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
|
Definisi
|
Sebagai
wacana, pajak -dipahami sebagai produk
pemikiran manusia atau sebagai kewajiban atas ketetapan penguasa atau pemerintah.
Menurut
per-uu-an di Indonesia,
Pajak merupakan
salah satu sarana
pembiayaan Negara dan pembangunan nasional yang merupakan perwujudan dari pengabdian masyarakat.
Rohmat Sumitro: Pajak adalah
iuran rakyat kepada kas Negara
be-dasarkan UU (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat
jasa timbal (kontraprestasi) langsung
yang langsung dapat ditunjukkan
dan digunakan untuk membayar-pengeluaran umum.
Menurut Sommerfeld: pajak adalah perpindahan harta, sumber ekonomis dari sektor swasta kepada
pemerintah.
|
1.
Iuran orang muslim atau keikutsertaan masyarakat
muslim dalam pemberdayaan masayrakat.
2.
Harus diserahkan kepada mustahiq
melalui amil zakat.
3.
Berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah
(tidak ada sanksi tegas)
4.
Tidak mendapat balas jasa langsung
bagi pembayarnya
5.
Digunakan untuk meningkatkan fungsi
dan peran pranata keagamaan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat untuk
mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Muzakki:
yakni orang atau badar yarg dimiliki oleh orang muslim
yang berkewajiban menunaikan zakat
1.
Ada keseimbangan antara
beban zakat dengan benda wajib zakat berdasarkan nishab
2.
Zakat yang dibayarharus
jelas jenis, ukuran dan
3.
Dipungut pada saat yang
paling baik bagi wajib zakat (masa panen, model tahunan, atau yang bersifat insidental seperti harta rikaz) oleh amil yang adil danjujur
4.
Pemungutan zakat hendaknya
ada proaktif dari amil sebagaimana yang dicontohkan
Abu Bakar ra. Dengan menghukum mati atau memerangi
pembangkangan membayar zakat, bukan diserahkan kepada kesadaran muzzaki.
|
Unsur-unsur yang dijabarkan dari definisi
Subjek
|
1.
Iuran
rakyat atau keikusertaan masyarakat dalam
pembiayaan. negara dan pembangunan nasional
2.
Harus disetot ke kas "negara
3.
Berdasarkan
undang- undang (dapat dipaksakan;
Bagi pelanggar mendapatkan
sanksi
4.
Tidak
mendapat balas jasa langsung (bagi pembayarnya)
5.
Digunakan untuk pengeluaran umum
Wajib pajak (taxable entities), yakni setiap orang dan badan yang diwajibkan untuk mesin
kewajiban perpajakan
1.
Ada keseimbangan (equality)
antara beban pajak dengan
penghasilan dibawah perlindungan pernsrintah. Negara tidak boteh deskriminasi di antara wajib pajak
2.
Pajak yang dibayar harus
jelas dan terang (certain). Hukum, objek, besarnya dan waktu
pembayaran pajak
3.
Dipugut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yakni
sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan.
4.
Biaya pemungutan harus semurah-murahnya (efficient).
|
Periode
pengenaan zakat ada dua, yakni tahunan dan yang bersifat/saat terjadinya peristiwa
yang dapat dikenakan zakat
|
Periode pengenaan
|
Periode atau waktu pengenaan pemungutan atau
pemotongan pajak pada dasarnya ada 3 tahunan, bulanan, dan saat terjadinya peristiwayang
dapat dikenakan pajak atau periode lain yang disepakati
|
Pemungutan zakat ditujukan
untuk mensucikan diri dan harta untuk menegakkan nilai-nilai moralitas-kolektif
seperti keadilan, persaudaraan, kemerdekaan, kesetaraan dan nilai-nilai luhur
lainnya.
|
Tujuan pemungutan
|
Didasari oleh aktivitas pemerintah, maka
pemungutan pajak di zaman modern bertujuan untuk melayani dan melindungi atau
memberikan jasa kepada masyarakat warganya
|
Sistem pemungutan zakat tidak
diatur-oleh UU pengelolaan -zakat di
Indonesia. Masih diserahkan sepenuhnya kepada muzakki (self assessment) tanpa adanya
sanksi dan pengawasan dari pihak yang berwenang . untuk menga'.vasi dan
memsriksa apakah muzakki telah atau belum melaksanakan kewajiban zakat
Masih sebatas dakwah/ajakan untuk menunaikan
zakat Sanksi pelanggaran menunaikan zakat tidak bisa diterapkan secara
keduniaan (profan).
|
Sistem pemungutan
|
Self assessment, dimana -wajTo pajak
berke'^ajifeian menghitung, mem perh itungka n, membayar, dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang. Bag! yang meianggar akan cikenai sanksi, namun
sebelum sanksi dijatuhkan, aparat pajak memberikan pembinaan dan penyuluhan
melalui tindakan pemeriksaan, penyidikan, penetapan pajak, penagihan pajak
kepada wajib pajak. Bila wajib pajak tidak puas dengan ketetapan pajak, wajib
pajak dapat mengajukan keberatan dan banding kepada badan peradilan pajak.
|
·
emas, perak
dan uang perdagangan dan perusahaan
·
hasil
pertanian, perkebunan dan perikanan
·
hasil pertambangan
hasil peternakan
·
hasil
pendapatan dan jasa rikaz
|
Jenis
|
Pajak dapat
dipungut atas dasar apa saja yang dapat dipikirkan manusia asalkan
berdasarkan undang-undang.
1. pajak atas
penghasilan (income taxes]
2. pajak
penghasilan atas karyawan (Employment Taxes) 3. pajak atas kekayaan (Wealth 7:..
4. pajak atas
perpindahan - Transfer Taxes)
5. pajak atas transaksF
(Transactions Taxes)
6. bea cukai (Exice Taxej)
7. pajak
lainnya (Other Miscellaneur Taxes)
|
Batas minimum zakat dikenal
dengan nishab yakni jumlah minimal harta kekayaan yang wajib dikeluarkan
zakatnya
|
Batas minimum/ nishab
|
Batas minimum
pajak minimum/ dapat diubah
befdasarkan nishab teputusan
Menketl RI.
Batas minimum pengenaan
penghastian
dikenal degan istilah Penghasilah
Tidak Kena Pajak (PTKP) yang diatur dalam ps 7ayat(l) UUPPh (Rp.
8.540.000,--dengan perincian).
Dalam pajak
bumi dan bangunan (PBB) dikenal Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP) pasal. 3 ayat (3) UU PBB yang berlaku skrg Rp. 10.000.000,-
|
Dikenal dengan
istilah kadar zakat, yakni besarnya perhitungan atau persentase zakat yang
hams dikeluarkan, sesuai dengan masing-masing jenis barang yang dizakati
|
Tarif
|
Tarif pajak
penghasilan orang pribadi:
- sampai dengan Rp. 25 jt tarifnya 5%
- di atas 25 jt tarifnya
10%
- di atas 50 jt tarifnya 15%
- di atas 100 jt tarifnya 25%
- di atas 200 jt
tarifnya 35%
Tarif pajak penghasilan badan dan bentuki usaha tetap.
- sampai dengan Rp. 50 ht tarifnya 10%
- diatas Rp. 50 jt – 100 jt tarifnya 15%
- Di atas 100 jt tarifnya 30%.
|
Sumber : buku
karya Supani, Zakat di Indonesia, Kajian Fikih dan Perundang-Undangan, hlm.
187-190.
E.
Akomodasi Zakat sebagai
Pengurang Penghasilan Kena Pajak
Zakat dan pajak merupakan dua hal yang dianggap sebagai instrumen
penghimpun dana masyarakat. Pajak adalah penghimpunan dana yang digunakan
pemerintah untuk ditetapkan Al-Qur'an untuk umat Islam. Dan penggunaannya lebih
terbatas. Adanya UU pengelolaan.
Zakat tahun 1999 dan UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan,
maka secara eksplish diakui adanya perbedaan antara zakat dan pajak.
Pemberlakuan dua undang-undang tersebut memisahkan dengan tegas antara
kewajiban menunaikan zakat bagi umat Islam dan kewajiban pajak bagi wajib
pajak.
Sampai sekarang, zakat baru ditetapkan sebagai pengurang penghasilan kena
pajak (PKP) berdasarkan UU No. 17 Tahun 2000. Dalam beberapa tahun terakhir
ini, issu zakat sebagai pengurang pajak terus menguat, pasalnya, zakat memiliki
peran yang sama uengan pajak, yakni untuk mengentaskan kemiskinan. Karena itu,
sebagian masyarakat berpendapat bahwa sudah selayaknya zakat bisa dijadikan
sebagai pengurang pajak. Mereka juga meyakini, bila zakat bisa dijadikan
sebagai -pengurang pajak; maka penghimpunan dana zakat alsfn semakin tinggi,
sebab masyarakat tidak lagi merasa terbebani untuk- membayar bebah ganda tersebut.
Namun sebagian masyarakat yang lain berpendapat bahwa zakat tidak perlu diupayakan
sebagai pengurang gajala sebab dikhawatirkan pajak akan terkuras habis,
padahal pajak merupakan sumber
utama pendapatan negara .
Meski demikian, realitas yang kita hadapi sekarang adalah bahwa zakat
sebagai pengurang penghasikn kena pajak bagi muslim secara legal telah
disahkan. Karena itu berikut ini akan diberikan contoh konkret dalam
penghitungannya.
Msalnya penghasilan kena pajak wajib pajak badan yang dimiliki umat Islam
pada tahun 2009 yang dimiliki kaum muslimin sebelum zakat Rp. 400.000.000,-
Zakat yang dibayar kepada BAZ atau
LAZ yang disetujui
pemerintah Rp 100.000.000.
1.
Pajak
penghasilan sebelum pengurangan
zakat atas penghasilan:
a.
Penghasilan kena pajak Rp. 400.000.000,-
b.
Pajak penghasilan (lihat tarif pajak badan pada bab yang
sama)
10% dari Rp. 50,000.000,- , = Rp.
5.000.000,-
15% dari Rp. 50,000.000,- , = Rp.
7.500.000,-
30% dari Rp. 300,000.000,- , = Rp.
90.000.000,-
Jumlah Rp. 400.000.000,- =
Rp. 102.500.000,-
2.
Pajak
penghasilan sesudah pehgurangan zakat- atas.
Penghasilan:
Penghasilan-gehelum
zakat Rp 400.000.000,-
Dikurangi
zakat: Rp.
100.000.000,-
Penghasilan kena
pajak
sesuciah zakat
Rp. 300.000.000,-
Pajak Penghasilan:
a. Penghasilan tahun pajak Rp.
300.000.000,-
b. Pajak penghasilan:
10% dari Rp 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,-
15% dari Rp 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-
30% dari Rp 200.000.000,- = Rp. 60.000.000,-
Jumlah Rp 400.000.000,-
= Rp. 72.500.000,-
Dari uraian di atas, jelas bahwa beban pajak penghasilan sesudah zakat
diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak, berkurang Rp.
30.000.000,-
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Gustian (et.al).
2006. Pelaporan Zakat Pengurang Pajak
Penghasilan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Hasan, M.Ali. 2000. Masailul Fiqhiyah: Zajkat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada,
Inayah. Gazi. 2003. Teori Komperehensif tentang Zakat dan Pajak.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Msuayyasarotussolichah. 2008.
Hukum Pajak. Yogyakarta: Teras.
Supani. 2010. Zakat di Indonesia. : Kajian Fikih dan
Perundang-undangan. Yogyakarta: Grafindo Literia Media.
[1] Gustian Djuanda (et.al), Pelaporan
Zakat Pengurang Pajak Penghasilan (
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 2.
[2] M. Ali Hasan, Masaul Fiqhiyah: zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 1
[3] Gazi Inayah, Teori Komprehensif
tentang Zakat dan Pajak, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003). Hlm. 3.
[4] Gustian Djuanda( et.al ), Pelaporan
Zakat,…, hlm. 16-17.
[5] Ibid.hlm.8
[6] Gazi Inayah, Teori
Komprehensif, …. hlm. 1
[7] Maessarotussolichah, Hukum
Pajak, (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 4
[8] Ibid, hlm. 6
[9] Ibid. hlm. 25
[10] Ibid, hlm. 19.
[11] Supani, Zakat di Indonesia, Kajian
Fikih dan Perundang-Undangan, (Yogyakarta: Grafindo Litena Media, 2010),
hlm. 176.
[12] Supani, Zakat di Indonesia :
Kajian … hlm. 186.
[13] Ibid
0 komentar: