Ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi bangsa Indonesia
ketika meraka baru saja memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945. Tiga tantangan tersebut adalah mendirikan negara yang bersatu dan
berdaulat, membangun bangsa dan membangun karakter. Selaras juga yang
dinyatakan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno menegaskan : “
bangsa ini harus di bangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character
building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia
menjadi bangsa yang besar, maju, dan jaya serta bermartabat. Kalau charakter
building ini tidak dilaksanakan, maka bangsa indonesia akan menjadi bangsa
kuli”. Pada kenyataanya saat ini salah satu dari tiga tantangan besar tersebut,
yaitu membangun karakter masih menjadi pembicaraan dan masih diupayakan terus
menerus untuk mencapai tujuannya.
Saat ini di
Indonesia wacana pendidikan karater sedang ramai dan hangat kembali
diperbincangkan dalam sistem pendidikan kita . Apakah pendidikan karakter
merupakan hal baru dalam pendidikan di Indonesia ? jawabanya tidak. Hal
tersebut di tegaskan oleh pernyataan bapak pendidikan indonesia Ki Hajar
Dewantoro bahwa pendidikan merupakan upaya menumbuhkan budi pekerti (
karakter ), pikiran ( intellect ) dan tubuh anak. Ketiga hal
tersebut harus tetap bersatu untuk menjadi sempurna. Dewasa ini pendidikan
karakter di Indonesia di rasa penting dan amat diperlukan pengembangannya bila
mengingat makin meningkatnya bentuk bentuk kenakalan kenakalan remaja ataupun
siswa, tawuran antar pelajar dan mahasiswa, penyalahgunaan narkorba dan obat –
obat terlarang, pergaualn bebas antar pelajar atau mahasiswa, tindakan
kekerasan peserta didik senior terhdap yuniornya ( buliying ), perilaku
contek menyontek, berperilaku tidak jujur dan berbagai tindak kriminal lainnya.
Berbagai hal tersebut itu telah mengindikasi tergerusnya nilai nilai luhur
& moral dalam sistem pendidikan kita. Hal tersebutlah yang menjadikan pendidikan
di Indonesia kini telah kehilangan etikanya, dan dalam konteks pendidikan,
pendidikan telah hilang karakternya.
Jika ditelusuri lebih lanjut istilah karakter dimaknai sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama,
baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Pengertian karakter
menurut pusat bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Menurut
kamus besar bahasa indonesia (2008) karakter merupakan sifat sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan
menurut kementrian Pendidikan Nasional karakter merupakan nilai nilai yang
terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Mengacu dari berbagai
pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa karter merupakan nilai dasar yang
membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun
pengaruh lingkungan, yang membedakanya dengan orang lain serta pengaruh
diwujudkan dalam sikap dalam kehidupan sehari hari. Lalu apa yang di maksud
dengan pendidikan karakter ? Definisi Pendidikan sebagaimana dirumuskan dalam
UU No. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan karakter secara sederhana
pendidikan karakter dapat diartikan sebagai adalah hal positif apa saja yang
dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai nilai karakter kepada warga
sekolah yang melalui komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan
untuk melaksanakan nilai nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai “the
deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”.
Jadi pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik
untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikiran,
raga, serta rasa dan karsa.
Dunia pendidikan di Indonesia seolah telah kehilangan karakternya.
Pendidikan karakter sendiri yang memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik (siswa) secara utuh,
terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang
tidak ditentuakan semata mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis ( hard
skill ) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (
soft skill ). Melalui pendidikan karakterlah diharapkan peserta didik
(siswa) mampu secara mandiri meningkatkandan menggunakan pengetahuannya, mengkaji,
dan menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari hari di masyarakat.
Pendidikan karakter dalam sistem pendidikan kita seolah kabur dikarenakan
kuranganya penekanana dalam sistem pendidikan kita. Pendidikan karakter yang
didalamnya menyangkut hal budipekerti hanyalah sebatas teori tanpa ada refleksi
yang nyata dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan karakter juga termasuk dalam
materi yang di ajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari hari dalam hal ini praktek langsungnya. Namun
permasalahan yang terjadi pada saat ini adalah pendidikan karakter yang selama
ini berlangsung baru sebatas pada tingkatan pengenalan norma norma atau nilai
nilai yang terkandung didalamnya belum mencapup pada relita atau tindakan nyata
dalam kehidupan sehari hari. Adanya pendidikan karakter diharapkan bermuara
pada ting tak ndakan secara nyata pada peserta didiknya / siswanya.
Upaya pembangunan karakter sendiri membutuhkan waktu yang cukup
lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen yang berada di sekolah harus dilibatkan. Termasuk
komponen komponen pendidikan itu sendiri di antaranya adalah isi kurikulum,
proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pembelajaran,
pengelolaan sekolah baik sarana prasarana maupun berbagai kegiatan di sekolah
tak lupa juga tentang ethos kerja seluruh warga sekolah. Demikan juga dengan
peran seorang guru atau pengajar sangatlah penting. Seorang guru berkarakter
yaitu memiliki keperibadian yang ditinjau dari titik tolak etis dan moral
seperti kejujuran, amanah, keteladanan, ataupun sifat sifat lain yang harus
melekat pada diri pendidik. Pendidik yang berkarakter kuat tidak hanya memiliki
kemampuan mengajar dalam arti sempit, tetapi memiliki kemampuan mendidik dalam
arti luas.
Berdasarkan hasil
Sarahsehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang dilaksanakan di
Jakarta tanggal 14 Januari 2010 telah dicapai kesepakatan Nasional Pengembangan
Pendidikan Budaya dan karakter Bangsa yang dinyatakan sebagai berikut :
a.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral
yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.
b.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara
komperhensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan secara kelembagaan perlu diwadahi secara
utuh.
c.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab
bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orang tua. Oleh karena itu,
pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat
unsur tersebut.
d.
Dalam upaya merevitalisasi pendidikan budaya dan karakter bangsa
diperlukan gerakan Nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam
pelakanaan di lapangan.
Adanya kesepakatan tersebut tentu harus diimbangi dengan metode
pelaksanaanya. Menurut Ratna Megawangi perlunya metode 4M dalam pendidikan
karakter yaitu mengetahui, mencintai, menginginkan dan mengerjakan ( knowing
the good, loving the good, desiring the good and acting the good ). Pertama,
"Knowing the good”. Untuk membentuk karakter, anak tidak hanya
sekedar tahu mengenai hal-hal yang baik, namun mereka harus dapat memahami
kenapa perlu melakukan hal tersebut. "Selama ini banyak orang yang tahu
bahwa ini baik dan itu buruk, namun mereka tidak tahu alasannya apa dan masih
terus melakukan hal-hal yang tidak baik, jadi masih ada gap antara knowing danacting.
Kedua, "Feeling the good". Konsep ini mencoba membangkitkan
rasa cinta anak untuk melakukan perbuatan baik. Disini anak dilatih untuk
merasakan efek dari perbuatan baik yang dia lakukan. "Jika Feeling the
good itu sudah tertanam, itu akan menjadi "engine" atau kekuatan luar
biasa dari dalam diri seseorang untuk melakukan kebaikan atau mengerem dirinya
agar terhindar dari perbuatan negative. Keempat adalah desiring the good dalm
tahap ini anak di latih untuk apa yang sebenarnya ia inginkan. Hal keempat yang
coba ditumbuhkan adalah "Acting the good". Pada tahap ini,
anak dilatih untuk melakukan perbuatan baik. Tanpa melakukan, apa yang sudah
diketahui atau dirasakan oleh seseorang, tidak akan ada artinya. Hal yang
terpenting lainnya adalah, pendidikan karakter juga mengembangkan semua potensi
anak sehingga menjadi manusia seutuhnya. Dalam hal ini, perkembangan anak harus
seimbang, baik dari segi akademiknya maupun segi sosial dan emosinya.
Pendidikan selama ini hanya memberi penekanan pada aspek akademik saja dan tidak
mengembangkan aspek social, emosi, kreatifitas, dan bahkan motorik.
Dewasa ini ketika meninjau ulang tujuan dari pendidikan nasional
itu sendiri bahwa pendidikan bukan sekedar menjadikan peserta didik cerdas, cakap,
berilmu, sehat dan keratif, pendidikan bukan sekedar untuk mencerdaskan tetapi
juga untuk menjadikan anak – anak berkarakter dan beradab. Sesungguhnya garis
besar arah pendidikan karakter di Indonesia sudah diungkapkan dalam Grand
Design Pendidikan Karakter. Grand Design pendidikan karakter nasional
menyebutkan bahwa konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses
psikologis dan sosial – kultural tersebut dikelompokan dalam : Olah Hati (Spritual
and emotional development), Olah pikir (intellectual develoment),
Olah raga dan Kinestetik ( Physical and Kinestetic development ) dan
Olah Ras dan Karsa (Affective and Creativing development ). Adanya mata
pelajaran pendidikan Agama dan Pendidikan kewarganegaraan (PPKN) sebenarnya
juga bertujuan untuk menumbuhkembangkan
pendidikan karakter pelajar / siswa.
Gambaran adanya dua mata pelajaran tersebut menunjukan bahwa sebenarnya
pendidikan karakter sudah mendapatkan tempat atau landasan pada sistem
pendidikan di Negara kita. Namun selama
ini adanya penanaman pendidikan karakter pada penggabungan mata pelajaran PPKN
dan Agama kurang adanya perhatian dan penekanan dalam pelaksanaannya. Hal
konkritnya yaitu sudah sepantasnya pada pembelajaran pendidikan Agama dan
Pendidikan Kewarganegaraan nilai nilai karakter dimasukan dalam setiap silabus
dan RPP. Dalam hal ini seorang guru dapat saja menyinggung karakter apa yang
perlu di kembangkan siswa dalam kegiatan apresiasi atau saat melakukan
refleksi, serta berupaya meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa dengan cara
selalu berdoa pada awal maupun akhir pembelajaran. Mulailah dari hal hal
sesederhana dulu dalam pelaksanaanya. Dengan berbgai hal tersebut upaya untuk
memulihkan moralitas siswa yang selama ini mulai hilang dapat tumbuh berkembang
lagi lewat pendidikan karakter.
Daftar Pustaka
Ardy Wiyani, Novan.2012. Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan
Taqwa. Yogyakarta : Sukses Offset
Samani Muchlas & Hariyanto.2012. Pendidikan Karakter.
Bandung : Rosdakarya
0 komentar: